Dari Surabaya untuk Indonesia

| |

foto: Suparto Brata sedang memberikan makalah Kronologis Peristiwa Surabaya Agustus-Desember 1945.

*

Kota Surabaya mendapat julukan Kota Pahlawan jelas karena jasa-jasa gerakan para bonek (bondo nekad) serentak Arek-arek Surabaya dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Gerakan para Bonek membela negara Indonesia setelah diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 diawali dari kebenciannya kepada orang-orang Belanda yang kurangajar mengibarkan bendera Belanda pada 19 September 1945 di Yamato Hoteru. Kekurangajaran yang menengarai bahwa orang Belanda mau menjajah kembali Indonesia yang baru sebulan menjadi negara merdeka itu memicu kemarahan Arek-arek Surabaya, warna birunya disobek, sehingga yang berkibar bendera Dwi-Warna. Dari peristiwa itu kemudian selama 100 hari berikutnya, Arek-arek Surabaya berjuang melawan kedatangan bangsa penjajah yang menginjakkan kakinya dengan kekerasan bersenjata di Surabaya, yang selanjutnya terjadi peristiwa yang sangat masyur di dunia, yaitu peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya adalah peristiwa pertama kalinya bangsa yang sudah ratusan tahun dijajah oleh orang Bule melawan perang bersenjata terhadap bangsa penjajahnya dan berakhir menang; bangsa yang terjajah bebas merdeka. Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, mempelopori perlawanan bangsa-bangsa terjajah ratusan tahun lainnya di Asia dan Afrika bangkit angkat senjata menghadapi penjajahnya, dan berakhir negaranya merdeka. Habislah penjajahan oleh bangsa Eropa di Asia dan Afrika. Arek-arek Surabayalah yang pertama kali pemicunya. Bondo nekad penyobekan warna biru bendera di Yamato Hoteru itulah peristiwa awalnya. Dikatakan bondo nekad, karena waktu itu Arek Surabaya baru saja lepas dari penjajahan Jepang, dalam keadaan miskin harta (bondo) yang dirampasi Jepang selama 3,5 tahun, tidak punya senjata, kok sudah berani nekad menyobek benderanya orang Belanda yang waktu itu sebagai bangsa pemenang Perang Dunia II, pastilah punya kekuatan moral, fisik dan bersenjata. Betul-betul Bonek. Tapi akhirnya Bonek menang, Indonesia merdeka.

Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya telah melahirkan pahlawan-pahlawan pejuang, yang beberapa nama di antaranya dilestarikan sebagai nama jalan di Surabaya sebagai penghargaan terhadap perjuangan mereka. Antara lain: Gubernur Suryo (Taman Surya inspirasinya juga menghormat Gubernur Suryo), Mustopo, Sungkono, Mohamad Mangundiprojo, Bung Tomo (jalan antara rel keretaapi dan Jembatan Dinoyo), Dul Arnowo (Genteng Arnowo). Mereka itu hanya sebagian kecil saja dari para Bonek 100 hari berjuang di Surabaya Agustus-Desember 1945. Para Bonek berjuang dengan bakat, karakter, fungsi, kelompok, daya guna kekuatan masing-masing yang satu sama lain berbeda, semrawut tidak beraturan (tidak terorganisasi rapi) tapi dilaksanakan dengan semangat berapi-api sampai berani korban jiwa. Yang sama hanya tujuannya para Bonek itu berjuang: Dari Surabaya untuk Indonesia merdeka. Di kota lain Indonesia belum ada gerak perjuangan seperti itu.

Menurut catatan saya, bahwa nama-nama pejuang yang kegiatannya maupun keberadaannya pernah di Surabaya, lalu termasyur sebagai pejuang Indonesia, bukan saja para pejuang pelaku peristiwa 10 November 1945 saja. Kota Surabaya pantas disebut Kota Pahlawan, bukan saja karena kegiatan perjuangan orang Surabaya untuk Indonesia dalam peristiwa 10 November 1945. Banyak nama pahlawan yang berjuang di dan dari Surabaya untuk kemakmuran Indonesia sebelum peristiwa 10 November 1945. Sederet nama saya catat sebagai “pejuang” dari Surabaya untuk Indonesia. Antara lain:

Sunan Ampel. Berjasa sebagai pelopor berkembangnya agama Islam pemula, tercatat sebagai Wali Sanga tertua.

Raden Wijaya. Berjasa mengusir tentara Tartar dari Surabaya, yang kegiatannya membuahkan hasil diperingati sebagai hari jadi Kota Surabaya.

Dokter Sutomo. Pendiri Budi Utomo yang dicatat sebagai peristiwa Kebangkitan Nasional (1908). Banyak sekali kegiatan perjuangannya di Surabaya, salah satunya mendirikan partai politik Parindra (Partai Indonesia Raya) pada zaman Penjajahan Belanda (1920). Kegiatan politiknya dilakukan dengan membangun kompleks Gedung Nasional Jalan Bubutan 87 Surabaya. Dokter Sutomo juga menjadi perintis pers dan sastra Jawa moderen dengan mendirikan majalah Panjebar Semangat. Disebut modern karena pers dan sastra Jawa ciptaan Dr. Soetomo ditulis dengan huruf ABC (bukan ha-na-ca-ra-ka), berbahasa gancaran (bukan tembang) dan bahasa narasinya ngoko. Panjebar Semangat menjadi penerbitan pers tertua di Indonesia saat ini. Sebagai hasil perjuangan putera bangsa, Panjebar Semangat perlu dilestarikan dan dikembangkan fungsinya sebagai pers dan sastra Jawa modern. Kegiatan Dokter Sutomo juga tidak terlepas dari cikal-bakal mendirikan perkumpulan Pusura yang kini tetap berdiri di Surabaya.

Cokroaminoto. Berjasa dalam mendirikan Sarekat Dagang Islam di Surabaya, yang kemudian jadi partai politik Sarekat Islam (1929).

WR. Supratman. Pencipta lagu Indonesia Raya. Rumahnya di Jalan Mangga (Tambaksari), makamnya semula di Jalan Kapasan Surabaya. Tahun 1954 makamnya dipindah ke Jalan Kenjeran.

Bung Karno. Lahir di Surabaya dan bersekolah di HBS di Surabaya (kompleks SMAN Jl. Wijayakusuma), kemudian memproklamirkan Indonesia Merdeka.

Gubernur Mohammad Noer. Berhasil membuat wong cilik gumuyu ketika menjabat Gubernur Jawa Timur. Namun menolak diangkat jadi Gubernur Jawa Timur yang ke dua kalinya, demi terlaksanakannya Undang-undang yang baru diundangkan saat itu, yaitu bahwa jabatan Gubernur dibatasi 5 tahun.

Bagitu antara lain catatan saya secara acak mengenai kegiatan tokoh Surabaya untuk Indonesia. Kalau diteliti lebih njlimet, akan terdaftar lebih banyak lagi, baik yang bersekala internasional, nasional maupun lokal. Dan itu terjadi, tiap zaman ada pahlawannya. Terbuka lebar untuk melakukan kegiatan menjadi pahlawan. Dengan catatan singkat ini, saya menghimbau kepada para pemuda Surabaya, senyampang menjadi pemuda di Surabaya, catatkanlah dirimu menjadi tokoh Dari Surabaya untuk Indonesia. Suarakanlah hati nuranimu untuk persatuan dan kemakmuran Negara Republik Indonesia. Tidak harus terjadi pada adanya “perang” atau perubahan zaman yang drastis. Juga tidak harus berjuang di ranah politik, agama, berebut kekayaan ataupun kekuasaan. Untuk menjadi “pahlawan” dari Surabaya untuk Indonesia bisa berjuang (berprestasi) lewat olahraga, budaya, sosial. Tidak usah menunggu “perang” atau pergolakan zaman. Bisa berprestasi tanpa menimbulkan kekerasan atau konflik. Bisa berprestasi bersaing dalam suasana damai.

Syarat utama berprestasi adalah bekerja keras untuk tujuan yang mulia dan menurut bakat kemampuan masing-masing. Bisa berkelompok maupun perorangan. Jangan menyalahkan, mengritik atau memprotes orang lain maupun instansi terkait apabila gagal mencapai cita-cita Anda. Kalau memprotes begitu, hasilnya bukan memakmurkan Indonesia, tetapi biasanya nekrofilia, menghancurkan atau menggagalkan suksesnya balané dhèwèk. Maka menghadapi kegagalan seperti itu saya anjurkan agar Anda jangan marah-marah atau mengumpat-umpat orang lain, tapi bangkit kembali dan menyempurnakan persiapan diri berjuang berprestasi lebih baik lagi sehingga tidak gagal lagi. Kata mutiara barangkali bisa menolong Anda untuk bangkit lagi kalau usaha Anda gagal. Misalnya Dale Cornegie bilang: Semua orang bodoh bisa mengritik, mencerca dan mengeluh – dan hampir semua orang bodoh melakukannya. Semoga Anda bukan orang golongan ini. Sedang kalau usaha Anda seringkali tidak berhasil, coba renungkanlah kata mutiaranya Albert Einstein: Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna. Ya, dengan meresapi kata-kata mutiara seperti itu, saya yakin Anda bisa menjadi “pahlawan” dari Surabaya untuk Indonesia, tanpa menimbulkan “perang kritik” yang mengacaukan dan menghancurkan negara Indonesia. Dengan berprestasi pada bidang apa saja, menurut bakat dan kemampuan, Anda bisa menjadi orang penting di Surabaya. Dan Mang Ebet Kadarusman bilang: Baik sekali menjadi orang penting, tetapi lebih penting menjadi orang baik.

Pada catatan saya akhir-akhir ini sudah banyak yang mencatatkan dirinya untuk menjadi “pahlawan” dari Surabaya untuk Indonesia. Misalnya di kalangan seni tarik suara atau musik. Tercatat nama-nama: Dara Puspita, Gombloh, Leo Kristi, Mus Mulyadi, Franky Sahilatua, Dewa, Padi, dan yang terbaru Klantink. Mereka itu berprestasi dari Surabaya untuk Indonesia. Dan itu belum berakhir. Anda masih bisa mencatatkan diri berikutnya. Dalam bidang apapun juga. Pokoknya yang positif: Dari Surabaya untuk Indonesia. Selamat berprestasi.

Posted by admin on Sunday, November 14th, 2010. Filed under catatan. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

Leave a Reply

CAPTCHA Image
*