Wasiat Suparto Brata Kepada Anak dan Cucunya
Bulan Desember 2014 Bapak mendapat undangan untuk menjadi Pembicara mengenai Sastra Jawa dari SMA dan SMK Pemalang, karena di Pemalang tidak ada yang kenal dan baru pertama kali kesana maka Bapak di temani dengan Teratai , anak perempuannya. Biasanya kalau mendapat undangan dari kota seperti Solo, Yogya, Bojonegoro, Tulungagung walaupun sudah sepuh Bapak berangkat sendiri dan di kota-kota tersebut Bapak banyak teman.
Dari Pemalang Bapak ingin pergi ke Jakarta untuk menengok Anak dan cucunya. Kereta Api yang menuju Jakarta hanya berhenti di stasiun Tegal, stasiun Pemalang tidak berhenti. Karena pada waktu itu jembatan yang menghubungkan Pemalang dengan Tegal sedang di perbaiki dan jalan takut macet sehingga tidak bisa mengejar kereta api yang akan ke Jakarta di stasiun Tegal, maka oleh Panitia disarankan naik kereta api reguler dari Pemalang ke Tegal.
Sampai di Stasiun Pemalang kereta reguler yang akan menuju ke Tegal segera datang. Loket penjualan Karcis dan pintu masuk stasiun Pemalang tutup tidak ada petugas satupun, Bapak dengan kakinya yang sakit dan Teratai lari-lari sambil menenteng barang bawaan yang begitu berat mencari petugas stasiun. Petugas Stasiun Pemalang tidak menyangka kalau ada penumpang yang akan naik, karena jarak Pemalang – Tegal yang dekat sehingga jarang ada penumpang yang naik dari Stasiun Pemalang.
Di Stasiun Jatinegara, Bapak saya jemput, dalam perjalanan dari Stasiun Jatinegara ke Bekasi beliau dengan semangat bercerita mengenai kegiatannya dan cita cita yang belum tercapai. Bagi kami anak-anaknya, kata-kata “sebagai manusia harus gemar membaca dan menulis” adalah makanan sehari-hari kalau ketemu Beliau, mungkin bagi sebagian orang yang sering ketemu dengan Bapak kata-kata itu sangat membosankan. Mungkin kata-kata tersebut untuk mendorong generasi muda agar senang membaca dan menulis, karena dilihat oleh Bapak generasi muda telah termakan oleh tehnologi seperti Gadget, Handphone, tablet dan sejenisnya, sehingga mereka asyik dengan handphonenya, dari bangun tidur sampai akan tidur. Untuk menulis sesuatu pun mereka tiggal cari di google, copy paste, selesai. Itulah yang dikuatirkan oleh Bapak.
Selama di Bekasi, Bapak sempat mengunjungi temannya yang di Bandung yaitu Bapak Bambang Hidayat dan keponakannya, tak lupa juga mengujungi cucu-cucunya yang di Jl. Elang Malindo X dan di BSD, Perumahan De Latinos. Kepada saya dan cucu-cucunya Cyntyia, sekarang kuliah di Belanda, dan Eins, Beliau memberi kami sebuah buku berjudul “ SRAWUNGKU KARO SASTRA” dengan pesan buku ini jangan di buka sebelum aku meninggal dunia. Pada hari ini 18 September 2015 buku tersebut telah saya buka, dan saya belum sempat membacanya, Insya Allah di lain waktu akan saya sampaikan kepada para pembaca.
Tatit Merapi BrataEmail : tatitbrata@gmail.com