Asal Mula Saya Menulis Cerita Detektip

| |

Photobucket

Orang Belanda diusir dari Indonesia 1956-1958. Barangnya tidak bisa dibawa, maka ditinggalkan, dilelang. Termasuk buku-buku, tidak ada yang perhatian. Terdapat berserakan dijual di kaki lima Jl. Keputran (sekarang Urip Sumoharjo) Surabaya. Harganya satu rupiah per buku. Saya beli dan saya baca dengan susah payah karena tidak lancar bahasa Inggris. Dari situlah saya mengenal cerita detektip. Antara lain tentang buku-buku karangan Agatha Christie (Inggris), Georges Simenon (Prancis).

Photobucket

Buku edisi pocket PENGUIN BOOKS sampul hijau-putih-hijau mystery and crime ini peninggalan Belanda yang diusir dari Indonesia 1957-an. Terdapat terserak di kaki lima Keputran Surabaya. Saya beli dan baca. Ternyata banyak sekali cerita detektip beredar di dunia saat itu dari berbagai negara dan bangsa. Antara lain Erle Stanley Gardner (Amerika), Freeman Wills Crofts (Irlandia).

Photobucket

Sampul luar belakang buku PENGUIN BOOKS terdapat ringkasan riwayat penulis buku, karya dan kegiatannya yang lain. Edisi pocket buku Penguin Books konon dicetak murah untuk dikirim sebagai bacaan para prajurit di garis depan (Perang Dunia II). Setelah gemar baca cerita detektip Penguin Books, saya mulai meniru menulis cerita genre detektip bahasa Jawa. Seri pertama berjudul Tanpa Tjlatjak dimuat majalah bahasa Jawa Panjebar Semangat 4 Maret – 6 Mei 1961 (9X) dengan peran penyelidik utama Detektip Handaka. Meniru buku seri detektip Agatha Christie (M.Poirot), Georges Simenon (Inspektur Maigret, M.Labbe), Margery Allingham (Albert Campion), Erle Stanley Garner (Perry Mason), Sir Arthur Conan Doyle (Sherlock Holmes), maka cerita detektip saya juga menggunakan peran penyelidiknya tetap (Detektip Handaka).

Selanjutnya saya meneruskan penulisan cerita genre detektip begitu di majalah bahasa Jawa, baik menggunakan peran penyelidik Detektip Handaka, maupun tidak. Buku-buku seri Detektip Handaka itu kini saya usahakan terbit jadi buku, yaitu Emprit Abuntut Bedhug, Garuda Putih, Tretes Tintrim, Jaring Kalamangga, Kunarpa Tan Bisa Kandha. Sedang cerita detektip yang tidak menggunakan penyelidik Detektip Handaka, Sala Lelimengan, Pethite Nyai Blorong, Kamar Sandi, Ngingu Kutuk Ing Suwakan, Nglacak Ilange Sedulur Ipe, Dahuru Ing Loji Kepencil, Pariwara Mini, Pacare Udin, Astirin Mbalela, Bekasi Remeng-remeng, Cocak Nguntal Elo, ‘t Spookhuis.
Meskipun tidak semua bernuansa genre cerita detektip murni (ada kurban, ada penyelidikan yang berbuntut terbongkarnya kejahatan), namun oleh berbagai kritikus (misalnya Ratna Indriani dari Balai Bahasa Jogja) itu menjadi ciri khas cerita-ceritaku yang berbau detektip. Meskipun dikarang tahun-tahun 1960-an, ternyata buku-buku detektip saya masih enges dibaca oleh generasi muda pembaca buku sastra Jawa.

Kesimpulan dan saran pada skripsi Eddy Susilo (Universitas Sebelas Maret Surakarta 1992) antara lain: Penulis (Eddy Susilo) memandang perlunya dengan segera memasyarakatkan cerita detektif bahasa Jawa bagi pembaca, pengarang, sekaligus bagi peneliti. Alasan ini berlandaskan bahwa dengan mengenalkan segera cerita detektif pada anak sedini mungkin, akan mengasah daya pikir dalam memecahkan setiap persoalan sebab cerita detektif kekuatannya terletak pada kalkulasi rasional, tidak hanya sekedar imajinasi pengarang belaka. Bagi pengarang, secara kuantitas ternyata cerita detektif berbahasa Jawa masih sangat minim. Sementara bagi peneliti, selain menambah perbendaharaan penelitian karya sastra Jawa modern, juga peneliti dengan berbekal berbagai macam disiplin ilmu (kriminologi, psikologi, sosiologi, filsafat, hukum, budaya, dll), cerita detektip akan lebih menarik.

Posted by admin on Tuesday, August 11th, 2009. Filed under catatan. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

1 Comment for “Asal Mula Saya Menulis Cerita Detektip”

  1. wah jadi pengen baca.pngn ikt jejak Pak Suprapto. mau dunk trik2 strateginya.

Leave a Reply

CAPTCHA Image
*