Panggih/Temu (Traditional Javanese Wedding Ceremony)
Sanggan.
Upacara panggih adat Jawa diawali dengan penyerahan Sanggan yang terdiri dari pisang raja dan daun sirih, sebagai lambang mohon ijin untuk bertemunya kedua mempelai.
The family of the Groom presents a bunch of banana named “Pisang Sanggan” to the Bride’s family. The meaning behind is that the groom is ready to carry out of the Javanese Wedding Caremony “Panggih”.
Kembar Mayang.
Pertukaran Kembar Mayang (rangkaian daun kelapa) dari masing-masing keluarga melambangkan kedua mempelai telah siap untuk melaksanakan upacara pernikahan.
Diletakkan di sebelah kanan dan kiri pelaminan.
Kembar Mayang lengkap dengan Cengkir Gading adalah simbol Dewa Cinta yaitu Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih.
The presentation of “Kembar Mayang” signifies that the Bride and Groom are ready to carry out the wedding ceremony.
“Kembar Mayang” is an arrangement of coconut leaves as a symbol of the Javanese Love Gods Kamajaya and Kamaratih.
Balangan sirih (Betel-nut Leave Throwing)
Kedua mempelai saling melempar gulungan sirih yang diikat dengan benang lawe. Melambangkan keduanya telah saling mengikat cinta, seperti halnya daun sirih yang walaupun mempunyai dua sisi yang berbeda, jika digigit rasanya sama. Ini artinya mulai saat ini kedua mempelai telah menjadi satu, sama-sama menghadapi tantangan hidup, baik manis maupun pahit.
The wedded couple throws betel-nut leaf to each other. The betel-nut leaf has two sides, but even though its shape is different, the taste is the same. The throwing signifies the good hope that the Bride and Groom (two persons with different backgrounds) will now enjoy the same life.
Injak Telur dan Cuci Kaki. (Breaking Egg).
Mempelai pria menginjak telur sampai pecah, melambangkan agar setelah hidup bersama mudah-mudahan segera dikurniai putra dan putri.
Mempelai wanita akan membasuh kaki mempelai pria yang menginjak telur, melambangkan dukungan dan kesetiaan.
Mempelai pria akan membantu mempelai wanita untuk berdiri dengan memegang tangannya, melambangkan rasa terima kasih atas kesetiaan yang diberikan.
The Groom will break an egg using his foot, signifies that he is ready to become a father with all responsibilities borne upon hun.
The Bride will wash and clean the Groom’s foot, as a symbol of support and loyalty.
The Groom will help the Bride to stand up by holding her hands, as a gesture of thank you for her loyalty.
Sindur Binayung.
Ibu mempelai wanita akan melingkarkan “sindur” (selendang berwarna merah dengan warna putih di tengah-tengah) di bahu kedua mempelai.
Ayah mempelai wanita akan berjalan pelahan di depan kedua mempelai menuju pelaminan, melambangkan arah dan bimbingan dari beliau kepada kedua mempelai.
Kedua mempelai memegang ujung baju ayah yang berjalan di depan.
Ibu mempelai wanita memegang bahu kedua mempelai dari belakang dan mengiringi ke pelaminan, melambangkan dukungan dan doa restu.
The mother of the Bride puts a ”sindur”, a piece of red cloth, upon the couple’s shoulder during the procession to the bridal throne.
Father of the Bride walks in front, signifies guidance for the couple’s future life. The couple follows the guidance, while the mother from behind giving them blessing and support.
Tandur (Weighing).
Sesampainya di pelaminan, ayah mempelai wanita duduk di tengah dan memangku kedua mempelai. Mempelai pria pada paha sebelah kanan, mempelai wanita di paha sebelah kiri.
Ibu mempelai wanita akan bertanya, “Berat mana, Pak?”
Ayah mempelai wanita menjawab, “Sama beratnya….”
Ini melambangkan bahwa di antara menantu dan anak kandung sudah tidak ada lagi perbedaan, keduanya akan sama-sama dikasihi sebagai anak sendiri.
Father of the Bride sits on the bridal throne. The couple sits on his lap, the Bride on the left side, the Groom on the right side. Mother of the Bride asks, “Who is heavier?” The father replies, “Same.”
The part of ceremony signifies that from now on, the Groom will be treated the same as their own son.
Tanem (Seating).
Ayah mempelai wanita memegang bahu kedua mempelai dan mendudukkan keduanya di pelaminan. Ini melambangkan restu bagi kedua mempelai untuk hidup mandiri.
Father of the Bride stands facing the couple, puts his hands on their soulders and sit them on the bridal throne. This is a symbol of blessing.
Rujak Degan (Young Coconut Cocktail).
Ibu mempelai wanita memberikan segelas rujak degan (kelapa muda) kepada ayah mempelai wanita. Setelah dicicipi, ibu mempelai wanita akan bertanya, “Bagaimana rasanya?”
Ayah mempelai wanita akan menjawab, “Segar dan manis. Saya harap seluruh keluarga akan menikmatinya.” Rujak degan yang rasanya manis adalah lambang suatu harapan agar seluruh keluarga selalu merasakan manisnya hidup.
Mother of the Bride gives a glass of young coconut cocktail to the father. After he tastes it, she asks, “How is it?” The father answers, “It’s sweet and fresh. I hope that everyone in the family will enjoy it.”
It signifies a hope that the whole family will have happiness in their lives.
Kucar kucur (Pouring Wealth).
Suatu bingkisan kacar kucur terdiri dari tujuh macam kacang-kacangan dicampur uang receh dan beras kuning digunakan untuk upacara kacar kucur ini. Mempelai pria akan menuangkan kacar kucur ke dalam sehelai kain yang diletakkan di atas pangkuan mempelai wanita. Ini melambangkan bahwa seorang suami mempunyai kewajiban memberikan nafkah kepada isterinya, sedangkan sang isteri berkewajiban menghormati dan menyimpan harta suami. Bingkisan kacar kucur kemudian diserahkan mempelai wanita kepada ibunya, sebagai tanda bakti dan terima kasih kepada orangtua.
The Groom pours seven kinds of beans mixed with yellow rices and coins, symbolizing the Groom’s wealth, into a piece of cloth, spread on the Bride’s lap.
It means, the Groom as a husband is prepared to give his income to his wife, while the wife should manage the wealth wisely. The Bride will then entrust the cloth to her mother, signifies that the couple will always take care and respect their parents.
Dahar Klimah (Feeding Each Other)
Kedua mempelai akan saling menyuapi sebanyak tiga kali. Mempelai pria menyuapi mempelai wanita dahulu, baru sebaliknya.
Melambangkan tekad untuk saling berbagi suka duka dalam kehidupan rumah tangga, saling menghargai dan tenggang rasa.
The Bride and Groom feed each other, starting by the Groom first. This is signifying that they will enjoy the good luck and prosperity of their future lives; they will support each other and have mutual understanding.
Minum Air Putih (Drinking Water).
Kedua mempelai saling mengambilkan air putih untuk minum, melambangkan harapan agar hati keduanya selalu bening dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.
The Bride and Groom give each other a glass of water and drink it, symbolizing a hope that their hearts will always be crystal clear in solving all problems.
Jemput Besan (Welcoming the Inlaws).
Orang tua mempelai wanita akan menjemput kedatangan orangtua mempelai pria di pintu masuk dan mengantar mereka untuk duduk di pelaminan.
The parents of the Bride welcome the parents of the Groom at the entrance and they sit together at the bridal throne.
Sungkeman (Paying Respect).
Kedua mempelai akan melakukan sungkem kepada orangtua dan kakek neneknya.
Dimulai dengan mempelai wanita dahulu, diikuti mempelai pria. Urutan sungkem dimulai dari ayah mempelai wanita, ibu mempelai wanita, ayah mempelai pria, ibu mempelai pria dan diikuti keluarga lainnya.
The couple pays their respect to their parents and grand parents, offering their devotion, respect, and thankfulness. At the same time the couple asks for the family’s blessing.
Bubak Kawah (Grabbing Kitchen Utilities).
Acara ini berupa alat-alat dapur yang akan dihaturkan kepada para tamu, khususnya para ibu atau para gadis, untuk diperebutkan. Yang mendapatkannya akan cepat mendapat mantu atau jodoh.
Merupakan lambang bahwa keluarga mempelai wanita mengadakan acara ‘mantu’ putri yang pertama kali.
A presentation of kitchen utensils will be carried out by a young man, symbolizing the wedding. Ladies with daughters are expected to grab a utensil, with hope that they will soon have the blessing to wed their daughters. For young ladies who haven’t get married are expected to grab a utensil, with hope that they will soon find a husband.
This is symbolizing the first wedding ceremony which perform by the Bride’s parents.
Tumplak Punjen (Giving Gift).
Ibu mempelai wanita akan melakukan saweran ‘tumplak punjen’ yang berupa tujuh jenis kacang-kacangan dicampur uang receh dan beras kuning.
Ini melambangkan bahwa keluarga mempelai wanita mengadakan acara “mantu putri yang terakhir kali”.
Mother of the Bride will sow seven kinds of beans with yellow rice and coins from a container that signifies the wealth for the newly wedding couple. At the end of the ceremony the mother breaks the container as a symbol that they will never organize another wedding.