Kata Mereka
Hamid Nuru :
Wah saya begitu kagum dengan Pak Suparto Brata.Selain tulisannya begitu produktif.Beliau juga mau ‘nggetih’ dalam menerbitkan karya-karyanya.Selain yang membuat salut.Pak Parto begitu melek teknologi.Memang perlu ditiru.
Ibnu Wibi :
saya baru mulai senang membaca roman panglipur wuyung tahun 2006 saat mendapatkan buku2 sejenis ratusan buah dari seorang teman, namun hanya beberapa yang saya dapat merupakan karanran bapak, kebanyakan any asmara, any, soedharmo kd dll. Saat ini roman panglipur wuyung karya bapak yang saya punyai hanya 2-3, semuanya roman panglipur wuyung sudah saya bikin resensi sederhana (5-10 kalimat). Tapi yang paling lain dari karya bapak adalah desain covernya-saya sangat suka.
Menyimpang dari hal buku, kira2 bapak tahu atau masih ingat atau punya teman yang dulu jadi ilustrator/tukang gambar umbul pak?saya mau bikin resensi sederhana untuk para seniman marginal ini. Jasa mereka sudah banyak namun tidak pernah terpikirkan karena produk masal untuk anak2.
terima kasih pak. salam kenal
Dewa Kusuma ST :
Saya ingin mendapatkan buku Bpk Suparto Brata yang berjudul JARING KALAMANGGA dan EMPRIT ABUNTUT BEDHUG. Tapi saya ga tau hrus mencari dimana karena di kota saya, Madiun, tidak ada toko buku yang cukup lengkap. Apakah saya bisa mendapatkan melalui Internet atau pos ? Kalau bisa gimana caranya dan berapa harga buku dan ongkos kirimnya ? Saya sangat tertarik mendapatkan buku tersebut. Oleh karena itu saya mohon dengan sangat bantuannya.
Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih.
Ardi :
sungguh-2 langka mendapatkan catatan dokumen sejarah dan tak sia-sia runtut dalam penuturan kata apik …perang kemerdekaan tak menyisakan catatan/monumen/ tetenger [selayaknya zaman kerajaan dulu kala ada pujangga] beruntunglah kita yang muda-muda ini masih ada fatwa pujangga, tak sampai kehilangan mata rantai sejarah paska kolonialisme, mampu mencatat sejarah menurut versi karya Repoeblik Indoenesia.
Matur nuwun kagem Bapak Suparto Broto kerso ngleluri ugi nuhoni zaman…. sampun kagungan panerusing karya yang melanjutkan [sampun kados Mahapatih Gadjah Mada alm.]
eman saestu lho…
Himknigt :
Salam
Rachma :
arek suroboyo so pasti bangga lahir dan besar di kota pahlawan. tapi sayang….. banyak bangunan bersejarah yg menjadi artefak cagar budaya dipugar oleh “oknum” demi bisnis dan disulap menjadi mall. kasihan anak cucu tdk bisa melihat bangunan kokoh nan indah tempoe doloe. pak Suparto Brata, saya bangga dengan karya bapak. salam….
Imam Safawi :
Wah ternyata tadi pagi saya barusan berkunjung, bertamu sekaligus mengacak-acak kamar beliau. Tanpa saya sadari di balik keramahan dan raut muka yang selalu menyiratkan semangat tinggi memang Bapak Suparto Brata adalah manusia langka dalam sastra etnik Jawa. Selamat atas perghargaan SEA write award 2007. Akan saya ingat Indonesia negeri “Bejo atawa Ciloko” hehe…
Semoga tambah produktif dan memotivasi yang lebih muda….
Fahmi :
sampai dengan saat ini, satu-satunya novel yang pernah aku baca sampai tamat adalah novel karya bapak yang berjudul ‘Mencari Sarang Angin’. Salam buat mas Darwan, hehe….
Brahm :
Saya sampai tidak bisa tidur, kasihan pada Yayi . Jadi ingat buku bapak yang Saksi Mata, yang tokoh sentralnya juga terbunuh diawal cerita.
Jika membandingkan buku Mencari Sarang Angin dengan buku Mahligai di Ufuk Timur, saya kok mendapat kesan bapak terburu mengakhiri cerita.
Jalinan kisah diakhir cerita kurang sekompleks dan kurang sehalus diawal dan tengah cerita. Mencari Sarang Angin diakhir cerita misalnya, menjadikan Darwan terlalu lemah dan terkesan kurang menghargai pengorbanan Yayi yang harus meninggal karena disiksa Kempetai. Mohon maaf, ini adalah daya tangkap saya, mungkin bapak punya pertimbangan lain yang saya belum dapat memaknainya.
Oh ya, kalau ada pembaca blog bapak yang datang dari Planet Terasi, itu adalah artikel yang saya tulis tentang bapak. Saya ingin lebih banyak orang yang bisa mendengar, membaca dan mengapresiasi tulisan bapak. Sedikit banyak saya yakin akan bisa membantu Indonesia kearah perbaikan.
Salam Hormat dan Terima Kasih
Brahm :
Yg selalu saya suka dari blog ini adalah eksplorasi sejarah Surabayanya. Sedikit2 saya jd ngerti. Shg kadang2 timbul ide setelah membaca blog panjenengan.
Ngomong2, mumpung blm telat. Saya mengucapkan minal aidzin wal faidzin, Pak Suparto Brata. Mohon maaf lahir batin.
Benyamin :
Vavai :
Tulisan bapak benar-benar menggetarkan hati. Bagaimana mungkin saya baru mengenal sosok seperti bapak pada tahun-tahun belakangan ini saja (meski itupun tidak saya sesali karena saya bisa belajar banyak dari bapak melalui buku-buku).
Semestinya tulisan ini dibaca dan diresapi oleh banyak orang. Jika dia pejabat dibidang pendidikan, mestilah hatinya tergerak untuk merealisasikan ide ini. Jika yang membaca bukan dari kalangan pejabat / pemerintahan seperti saya, artikel ini memberikan ide membangun bangsa dengan cara mendorong generasi muda membaca buku.
Kita kan tidak perlu jadi pejabat dulu, atau harus tergantung pada pemerintah dulu untuk mau merealisasikan ide ini. Kita bisa mulai dari adik dan kakak, dari keluarga, dari teman dan dari lingkungan sekitar.
Mudah-mudahan saya bisa menjadi salah satu pembaca yang merealisasikan visi dan ide bapak ini.
Arpeni :
Sakmenika kula tasih nyusun skripsi ingkang sumberipun novel Donyane wong Culika.wonten ingkang ‘unik’ antaraning kula kalian Pak Brata. Ngengingi bab nama, Nami kula Arpeni Rahmawati utawi Peni. Menawi mboten klentu kala rumiyin (ing taun2 kepengker) Pak Brata nate nyerat novel kang ugi migunakaken asma ’samaran’ Peni. Lajeng ngengingi tanggal lair, kula lair tanggal 27 Pebruari 1983, dinten ahad malem senin, Jebul Pak Brata ugi miyos ing tanggal 27 Pebruari 1932.
Mboten dipunsengaja nanging kok saged sami. Mugi kanthi nama lan tanggal lair menika ndadosaken semangat lan adreng kula marang sastra Jawa. Kula kepengin sanget saged nyerat karya sastra modern kados Pak Brata. Mugi Pak Brata saged langkung makarya, nglairaken karya ingkang agung. Saengga kula saged nuladhani labuh labete Pak Brata marang sastra Jawa.
Maturnuwun.
Niki Putrayana :
Saya baru baca buku Bapak yang berjudul Mencari Sarang Angin. Disana saya tidak hanya mendapat kesenangan membaca semua alur kisahnya tapi juga beragam informasi terutama sejarah dan budaya Surabaya. Sehingga saya yang seorang pendatang di kota Surabaya ini bisa “melek” tentang Suroboyo.
Pada awalnya saya pengagum Pramoedya, namun walaupun saya tidak bermaksud untuk memperbandingkan para pengarang, bolehlah saya ikut menambahkan koleksi saya dan ikut mengecap keindahan buku – buku karangan Bapak.
Herdjuno Darpito :
apalagi dengan tokoh “Teyi”….
Kalau ada electronic formatnya (PDF) saya rasa akan tambah bagus. Permasalahannya hampir tidak bisa mencari buku bapak di europe.
Sammywirianiata :
Sangat gembira dan kagum bisa membaca tulisan-tulisan Bapak Suparto Brata. Saya sangat sulit mencari buku-buku karangan Bapak di Australia. Pemesanan melalui pos sangat mahal biaya pengirimannya.
Besar harapan saya banyak generasi muda yang setelah membaca tulisan-tulisan Bapak, tergerak hatinya dan terdorong semangatnya untuk meneruskan perjuangan Bapak. Kita perlukan lebih banyak lagi pahlawan-pahlawan tinta seperti Bapak untuk mengubah watak bangsa kita yang banyak dipengaruhi dan dihinggapi penyakit mumpung, masa bodo, dan bagaimana nanti saja!
Walaupun saya tidak mempunyai buku-buku Bapak, tapi saya senang bisa membaca artikel-artikel Bapak.
Semoga diberikan kesehatan prima, umur panjang dan pikiran yang dipenuh ilham terus untuk memberikan wejangan tanpa lelah terhadap kawula muda yang masih punya sedikit kerinduan melihat negara ini bisa maju dan tidak terpuruk terus.
Wassalam dari benua Kang Uru
Imron Wahyudi :
Ada satu hal yang saya tidak percaya dari tulisan di atas, yaitu Mbah parto masih naik angkutan umum ke/dari acara tersebut. Seorang penulis/budayawan terkenal masih mau naik angkutan umum. Begitu sederhananya sosok seorang Soeparto Broto.
Padahal seorang anggota DPR yang suka teriak-teriak sebagai wakil rakyat selalu bermewah-mewah suka ganti-ganti mobil.
Budhi Setyawan :
Selamat kepada Bpk Suparto Brata, atas penghargaan dari Pemerintah Thailand. saya ikut bangga dengan ketekunan dan kegigihan ‘panjenengan’ dalam berkarya sastra dalam bahasa jawa.
Karya2 nyata yang berbobot, dinikmati masyarakat dan sekaligus ‘nguri-uri’ kabudayan jawi, terutama di bidang sastra tulisan. saya juga sedang belajar menulis geguritan, dan beberapa dimuat di Majalah Panjebar Semangat dan Damarjati. beberapa bisa dibaca di blog saya.
Mangga menawi badhe dipun waos….klik!
Udin :
saya sudah mendapatkan cerbung bapak yang berjudul cerbung “cintrong Traju papat” saya sangat terkesan dengan pengungkapannya tentang citra wanita ideal yang penuh dengan semangat jaman. dimana dalam cerbung tersebut juga ditampilkan sosok yang bertolak belakang dari sosok wanita ideal. untuk itu saya akan menjadikanya skripsi sebagai tugas akhir. untuk itu saya mohon bantuan bapak untuk melakukan wawancara tentang cerbung tersebut. apabila bapak bersedia saya akan melakukan wawancara lewat surat pos karena mengingat jarak yang jauh. cukup sekian.
terima kasih.
Suryatmojo :
Eyang Brata,
Saya suka sekali buku-buku Eyang. Selama ini saya mengikuti kabar Eyang dari Majalah Panjebar Semangat. Meskipun sudah 15 tahun saya tinggal di tlatah sunda, saya rajin membaca sastra jawa supaya tidak lupa dan sebagai upaya melestarikan budaya jawa.
Buku-buku Eyang yang sudah menjadi koleksi saya di antaranya Trilogi Gadis Tangsi, Mencari Sarang Angin, Aurora Sang Pengantin, Dom Sumurup ing Banyu, Lakone Si lan Man, Donyaning Wong Culika dan Sapu Tangan Gambar Naga. Sampai sekarang saya masih memburu buku Eyang yang berjudul Trem dan Kremil. Bahkan kedua buku itu saya buru sampai ke penerbitnya, tidak ada sisa 1 buku pun.
Begitu baca blog Eyang, wow… ternyata luar biasa Eyang ini. Saya langsung berburu ke toko2 buku, sayang… belum terpajang di sana, terutama buku Eyang yang diterbitkan oleh Grasindo tahun 2007. Ohya, Cintrong Traju Papat yang dimuat bersambung di PS sudah jadi buku belum Eyang?
Matur sembah nuwun.
Farischa Indri :
Setelah buku terakhir trilogi Teyi, kami selalu menunggu-nunggu buku yg laen kami tanya mbak Yeti (king mantu panjenengan), kata beliau, eyang parto sedang proses ama penerbit kami senang sekali, eh lha kok ini udah terbit.. tiga buku…
saya orang jawa, dan saya nggak ada kesulitan membaca, tetapi temen-temen saya orang jakarta dan sunda.. mereka mboten ngerti Yang… he he he.. mohon dialihbahasakan ke bahasa indonesia.. banyak yg ingin menikmati karya-karya eyang, tetapi ada kendala bahasa kebetulan kami penggemar novel bersetting masa lalu, dan tulisan eyang yahud untuk diikutin dan divisualkan. Yang, kami kan udah bawa buku karya Eyang rencananya mau dititipin ke mbak yeti untuk minta ditandatangani Eyang… tapi kayaknya Yang Parto sampun balik dateng Suroboyo. Permohonan kami sebagai fans Yang, mohon ditranslate ke bahasa indonesia… supaya yg tidak ngerti bahasa Jawa bisa dapat menikmati.
Semangat ya Yang, semoga diberi kesehatan, kekuatan dan berkah agar selalu bisa berkarya… amin amin. ditunggu ya yang…dari penggemar berat di Jakarta…
L. Soeryo :
Sewaktu saya membaca Gds Tangsi dan Kerajaan Raminem, saya benar2 terhanyut se olah2 saya menyaksikan semua yang dialami oleh Teyi..sayang saya hanya punya buku itu dan Mencari Sarang Angin..
Salut kagem pak Brata dan saya sangat bangga dengan anugerah yang diterima dari negara tetangga (negara sendiri malah adem ayem)
salam dari Milano-Italy
Sucipto Hadi :
Kula ndherek bingah, mongkog, sarta mangayubagya dene Panjenengan nampi S.E.A. Write Award. Salam.
Erwin :
Selamat atas penghargaan SEA Write Award dari Bangkok Thailand, semoga lebih produktif lagi dan menghasilkan karya yang lebih bagus lagi. Bravo
Vavai :
Menyesal sekali saya baru bisa berkenalan dengan bapak melalui email saat saya membaca buku bapak, “Kerajaan Raminem”. Melalui Teyi yang trengginas dan lincah, saya bisa menyelami perkehidupan dan pola pikir masyarakat Jawa, paling tidak untuk memahami isteri saya yang kelahiran Jawa.
Sebelum buku ini saya sudah pernah membaca buku bapak, Saksi Mata. Jika tidak ada halangan, saya berharap bisa berkunjung ketempat bapak atau berjumpa dengan bapak jika bapak ada jadwal kegiatan.
Terima kasih untuk pesan-pesan moral yang bapak sampaikan, bagaimana agama dimaknai dan bagaimana kita semestinya menyikapi hidup. Saya membayangkan, orang yang hendak bunuh diri kalau mau menyempatkan diri membaca buku bapak niscaya akan mengurungkan niatnya
Really appreciated. Kalau bapak ada datang ke Jakarta atau ke Bekasi, silakan main ke rumah ya pak. Bapak bisa hubungi saya di 0818 48xxxx atau telp rumah : 021 881xxxx
Best Regards,
Masim “Vavai” Sugianto
Vanda Kemala Sari :
Sungguh amat berkesan ketika pertama kali membaca buku karangan bapak yang berjudul “Aurora sang pengantin”. Buku tersebut kebetulan dipinjami oleh kenalan saya Mahesa Winardi (mungkin terdengar familiar bagi bapak?). Pada buku ini, saya dibuat terkagum – kagum atas penyelidikan yang dilakukan oleh Aurora dan peristiwa pembunuhan yang terjadi.
Setelah itu, saya membaca “KREMIL”. Saya (lagi – lagi) dibuat terpesona dengan penokohan yang bisa dikatakan rumit. Mengambil lokasi salah satu tempat prostitusi yang ada di Surabaya, bapak dengan gamblang menceritakan detail dari lokasi tersebut. Buku ini (lagi – lagi) dipinjami oleh Mahesa Winardi.
Buku ketiga yang saya baca adalah “Saksi Mata” yang mengambil setting masa penjajahan Jepang. Saya cukup dibuat bingung dengan beberapa pengulangan kisah yang terkadang lebih dari 1 kali. Katakanlah saat tokoh utama memergoki bibinya melakukan perbuatan tidak senonoh.. Buku ini saya pinjam di Perpustakaan Daerah Jawa Timur.
Sejak saat itu, saya “terobsesi” dengan buku karangan bapak. Dan ternyata, pada tahun 2006, saya mendapat kado ulang tahun dari kenalan saya sebuah buku yang berjudul “Mencari Sarang Angin”. Penokohan yang unik dengan penggambaran kehidupan keraton yang sakral. Semangat hidup dari tokoh utama yang terus berusaha hidup tanpa bantuan dari ayahandanya, sekalipun kota sedang diserang oleh Jepang dan diteruskan dengan gerak – gerik Partai Komunis.
Beberapa waktu yang lalu, saya jalan – jalan ke Gramedia dan menemukan buku bapak “Kerajaan Raminem”. Ketika saya baca resensi di halaman belakang, taulah saya bahwa buku tersebut adalah buku kedua dari trilogi Gadis Tangsi, sedangkan pada saat itu, tidak ada buku pertama maupun buku ketiga. Sungguh tidak menyenangkan membaca suatu cerita tidak dari awal.
Tidak lama setelah itu, akhirnya saya menemukan “Gadis Tangsi” dan “Mahligai di Ufuk Timur”. Saya tidak pernah tidak terkesan dengan buku karangan bapak.
Nilai positif yang bisa saya berikan kepada bapak adalah karena bapak selalu dapat menjelaskan setting maupun lokasi yang bapak gunakan secara detail.Dan kebanyakan, Bapak mengambil setting Soerabaia tempo doeloe..
Saya sangat menunggu buku terbaru dari Bapak..
Saya harap Bapak berkenan memberikan kabar kepada saya apabila bapak telah mengeluarkan buku baru (dalam bahasa Indonesia karena saya tidak terlalu mengerti bahasa Jawa), baik judul maupun harganya.
Terima kasih.
Salam hormat,
Rudi, Surabaya:
Bingung. Harus dimulai dari mana. Yang jelas semua terkesan mendadak. Seperti jatuh begitu saja.
Ya, memang demikianlah jika saya mendadak kagum kepada Bapak. Ke-mendadak-an ini muncul ketika saya selesai menghabiskan “Gadis Tangsi”. Novel yang sangat indah. Bukan karena keindahan bahasa ataupun kata-katanya. Namun indah karena kemanusiaan.
Rupanya tak berlebihan jika saya mengutip apa yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer: “Keindahan itu terletak pada kemanusiaan…. Bukan dalam mengutak-utik bahasa….”.
Bagi saya, “Gadis Tangsi” merupakan konplik kemanusiaan yang komplit. Membacanya saya seperti berkenalan, bertatap muka langsung, dengan Teyi, Raminem, Keminik, Parasi dan lainnya. Sungguh saya seperti berada di lingkungan Tangsi.
Karena hidup adalah yang absurd. Jika tidak berlebihan maka saya juga memaknai kekaguman saya juga sebagai hal yang absurd. Seperti pada judul di atas: Semua terkesan mendadak.
Hanya inilah yang mampu saya tuliskan untuk Bapak Suparto. Sengaja saya tulis, lalu saya kirimkan dalam bentuk surat. Karena saya ingin surat pertama (yang saya kirimkan) dalam seumur hidupku ini terkirim buat orang besar yang saya kagumi, secara mendadak.
Terima kasih atas kesudiannya membaca tulisan ini. Dan saya harap, saya mendapatkan balasan surat dari orang yang kukagumi. Ya, saya akan menunggu surat balasan “pertama” seumur hidup saya ini. He he he…..!
Surabaya, 10 September 2007
Hangesti :
Selamat sore paka Brata,Setelah mahligai di ufuk timur ada lagikah tulisan bapak yang baru yang sejenis itu?
Diantara tulisan bapak rasanya saya menemukan tokoh teyi sebagai tokoh yang lain dari pada yang lain. Biasanya tokoh-tokoh bapk banyak yang abu-abu. Tapi si teyi ni sesudah dewasa dapat dikatakan hampir sempurna ( manusia kan tidak mungkin sempurna ya?).
Tapi teyi ini ya pekerja keras, ya rajin ya jujur ya baik hati ya tidak pelit ya sadar akan hakikat manusia yang tidak berhak merasa sempurna. Di jaman yang amburadul ini menemukan tokoh teyi sepertinya jadi masih yakin bahwa di dunia ini masih ada orang-orang baik gitu lho.Mudah-mudahan ada yang baru yang sejenis itu.Salam